Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the learnpress domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the learnpress domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the thim-core domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the woocommerce domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114
Filosofi Petani dan Biji Padi – Solopos Institute

Blog

Filosofi Petani dan Biji Padi

Filosofi Ki Hajar Dewantara memandang siswa sebagai seorang yang unik. Ibaratnya, pendidik adalah petani, sementara siswa adalah bijinya.

Pada Oktober, kita sudah menjalankan pembelajaran tatap muka meskipun dengan tatap muka terbatas karena waktu maksimal belajar di sekolah hanya boleh dua jam.

Lelah dan jenuh pasti saat menjalani pembelajaran yang hanya berkutat di depan komputer. Yang terjadi, terkadang kita hanya muncul sesaat di Zoom lantas menghilang karena keberadaan kita digantikan dengan materi yang diberikan. Ya, saya mulai jenuh. Jadi, saya pikir, siswa saya juga sama jenuhnya.

Namun, meskipun kejenuhan mulai muncul, pembelajaran melalui daring tetap memberikan dampak positif. Ada banyak hal yang membuat saya menyukainya karena ilmu yang kita dapatkan akan lebih banyak. Keunggulan lainnya, sifat pembelajaran menjadi tidak terpancang ruang dan waktu, tidak terpancang jam belajar dan ruang kelas.

Banyak sekali ilmu dan keterampilan yang saya dapat sejak adanya pandemi. Dari yang tidak bisa menggunakan aplikasi, sampai bisa mendesain dan menggunakan berbagai keterampilan berbasis IT.

Pada 2021, misalnya, saya mengikuti dua kegiatan yang luar biasa menyita waktu, tenaga, serta pikiran. Dua kegiatan itu sama-sama membawa perubahan dan bermanfaat untuk bekal generasi milenial.

Kegiatan pertama berlangsung pada Oktober, yakni dimulainya diklat calon guru penggerak. Kegiatan kedua adalah literasi keberagaman yang diselenggarakan Solopos Institute. Keduanya mengusung kerangka berpikir yang sama. Benang merah dari dua kegiatan tersebut adalah harapan mencetak generasi milenial yang berprofil pelajar Pancasila. Prosesnya dibangun di atas pilar literasi keberagaman.

Apabila kedua kegiatan tersebut dipersandingkan akan membentuk suatu keluarga yang bernama pelajar Pancasila. Sekali lagi, pilarnya adalah literasi keberagaman.

Seperti yang kita tahu, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim telah mencetuskan ide belajar merdeka, yaitu belajar yang tidak dibatasi ruang atau kelas serta tidak dibatasi waktu. Pemikiran itu sangat tepat karena PJJ membuat kita benar-benar berubah. Sebelumnya, kita selalu mendefinisikan sekolah sebagai ruang kelas, namun PJJ benar-benar mengubahnya.

PJJ membuat kita bisa belajar di mana pun dan kapan pun. Ini terkait dengan kegiatan yang digelar Solopos Institute dengan tema Literasi keberagaman untuk Guru. Saya sangat terinspirasi dengan kegiatan ini. Materi mengenai toleransi, prasangka, stereotipe, dan hoaks bisa kita berikan pada siswa sehingga mereka bisa mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi ini juga bisa kita terapkan dalam memandang siswa sebagai peserta didik.

Sejatinya, semua manusia diciptakan secara beragam. Tidak ada yang sama, sekalipun mereka kembar identik. Mereka tetap memiliki keunikan masing-masing.

Filosofi Ki Hajar Dewantara memandang siswa sebagai seorang yang unik. Ibaratnya, pendidik adalah petani, sementara siswa adalah bijinya. Tentu ada perlakukan yang berbeda saat menanam biji padi dengan biji jagung.

Pun demikian bila kita ibaratkan seperti susunan tata surya. Setiap planet bergerak dengan kecepatan masing-masing. Ada planet yang bergerak dengan cepat, ada pula planet yang bergerak lambat. Metafora ini bisa menjadi pijakan untuk kemudian diterapkan di sekolah. Kita harus menyadari bahwa masing-masing siswa memiliki keunikan, potensi, serta bakat masing-masing.

Kita sebagai pendidik hanyalah sebagai fasilitator. Apabila diterapakan dengan literasi keberagaman sangatlah sejalan karena kita sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa haruslah senantiasa menghargai perbedaan dan selalu bertoleransi.

Ana Kurniawati

Penulis adalah guru BK di SMAN Kerjo

Sumber:https://www.solopos.com/filosofi-petani-dan-biji-padi-1241672?utm_source=bacajuga_desktop