Blog

Tradisi Tolak Hujan dengan Sapu Lidi

Dukun atau yang sering disebut dengan orang pintar adalah sosok yang tidak asing lagi kedengarannya di telinga masyarakat Indonesia pada umumnya. Keterlibatan mereka dalam kehidupan masyarakat selama ini sangat kuat. Bagi orang yang belum pernah berinteraksi dengan dukun secara langsung, atau minta bantuannya dan memanfaatkan jasanya, umum nya mendengar dari mulut ke mulut. Tidak dipungkiri, meski saat ini kita hidup dalam era digital tetapi pada masyarakat Indonesia masih ada saja yang memercayai dukun adalah sosok yang bias dimintai jasa untuk kepentingan tertentu.

Dukun atau pawang hujan sebutan untuk seseorang dalam masyarakat Indonesia yang dipercaya memiliki ilmu gaib dan dapat mengendalikan hujan atau cuaca. Umumnya pawang hujan mengendalikan cuaca dengan memindahkan awan. Jasa pawang hujan biasanya dipakai untuk acara-acara besar seperti perkawinan, konser music dan banyak lagi.

Upacara atau ritual yang diperlukan pawang hujan untuk mengubah cuaca berbeda-beda dari satu tradisi ke tradisi lain. Beberapa pawang hujan melakukan laku seperti puasa mutih sebelum hari penyelenggaraan acara. Sebagian yang lain melakukan prosesi mandi dari tujuh sumber air keramat.

Menurut pandangan agama khususnya agama Hindu, memindahkan hujan lebih dikenal dengan nerang hujan. Prosesi nerang hujan hampir selalu dilakukan sebelum dilaksanakannya acara hajatan, agar hajatan yang berlangsung nanti dapat berjalan dengan baik.

Menurut Islam terdapat pertentangan pendapat di antara ulama Indonesia tentang hukum pawing hujan. Sebagian menganggap pawang hujan adalah perilaku syirik karena menyalahi takdir Allah. Meskipun demikian, terdapat cara-cara Islami yang digunakan oleh pawang hujan di dalam kalangan muslim, seperti berzikir dan berdiam diri di masjid atau berdoa di lokasi terselenggaranya acara. Hal ini dikenal dan masih dipraktikkan, salah satunya dalam budaya Jawa.

Sedangkan di daerah Sragen, Jawa Tengah, tepatnya di Kam pung Bendungan RT 013 Kelurahan Pilangsari, Kecamatan Ngrampal, Kabupaten Sragen, tepatnya utara Terminal Pilangsari.

Secara geografis letak Dusun Bendungan tergolong strategis dari pusat kota Sragen berjarak 3 km, dekat jalan raya Solo-Surabaya. Di daerah itu terdapat daerah pertanian yang hasilnya cukup menggembirakan. Dusun Bendungan termasuk perkampungan yang padat penduduk, berbagai jenis usaha bisa dijumpai di sini seperti, bertani, beternak, pertokoan, kuliner, buruh tani pertukangan dan lain-lain. Wilayah dusun tersebut di pimpin oleh Ketua RT yaitu Bapak Samiyo.

Secara garis besar nilai tradisi menolak hujan yang meminta bantuan orang pintar atau dukun masih bisa dijumpai di Desa Pilangsari khususnya Bendungan. Tradisi ini memberikan berbagai nilai kehidupan antara lain:

 

Nilai Sosial

Di daerah ini masih ada yang saya jumpai, khususnya tradisi tolak hujan yang menggunakan sapu lidi yang dikasih bumbu dapur (brambang, bawang, cabai, jahe, kunyit). Tradisi tersebut dijumpai sewaktu ada acara orang yang akan mengadakan hajatan pernikahan. Cara tersebut sulit untuk dipercaya masalahnya zaman sekarang ini masih ada cara-cara seperti itu. Tetapi tradisi sapu lidi tersebut makin lama makin terkikis zaman sehingga tinggal beberapa orang yang meminta bantuan dukun atau orang pintar untuk membantu kelancaran hajatan tersebut.

 Nilai Religius

Namun hal tersebut hanya orang-orang tertentu yang bisa menghantarkan hujan tersebut yaitu pawang hujan, sehingga tidak bisa dilakukan oleh orang lain (sembarang orang). Menurut cerita orang zaman dahulu, ilmu yang dipakai untuk menghentikan hujan tersebut adalah ilmu kejawen. Oleh sebab itu hal-hal atau ilmu kejawen tersebut sebagai perwujudan rasa syukur kepada leluhur agar berkenan membantu menjaga kelancaran acara yang mereka adakan tersebut.

 

Nilai Edukasi

Di balik tradisi tolak hujan ter sirat nilai edukasi yang tinggi dan patut kita hargai. Melalui tradisi tolak hujan tersebut terdapat pembiasaan yang mengajarkan masyarakat untuk selalu bersyukur, qanaah, dan saling berbagi kepada sesama. Adanya pan jatan doa kepada Sang Pencipta merupakan wujud keti dakmampuan manusia. Melalui panjatan doa secara tidak langsung me ngajarkan masyarakat untuk tidak sombong dan lembah manah.

Ada kekuatan luar biasa di atas kekuatan manusia. Tradisi tolak hujan sebagai edukasi untuk mem bangun karakter masyarakat menuju manusia seutuhnya. Manusia yang sejatinya memiliki konsekuensi hubungan vertikal dengan Tuhan Sang Pencipta dan hubungan horizontal dengan sesama manusia.

Tradisi tolak hujan merupakan sebuah tradisi di masyarakat Sragen khususnya Desa Ben dungan. Tradisi tolak hujan merupakan tradisi kearifan lokal.

 

Eko Purwanto

Guru SMP Negeri 1 Ngrampal