Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the learnpress domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the learnpress domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the thim-core domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the woocommerce domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114
Lestarikan Budaya, Disdikbud Sragen Dorong Guru Menulis Tradisi Lisan – Solopos Institute

Blog

Lestarikan Budaya, Disdikbud Sragen Dorong Guru Menulis Tradisi Lisan

SOLOPOS.COM - Para guru SMPN di Sragen mengikuti Workshop Objek Pemajuan Kebudayaan, Mengemas Tradisi Lisan dalam Bentuk Tulisan Populer yang digelar di Tawangmangu, Karanganyar, Kamis (11/8/2022). (Istimewa) Baca artikel Solopos.com "Lestarikan Budaya, Disdikbud Sragen Dorong Guru Menulis Tradisi Lisan" selengkapnya di sini: https://www.solopos.com/lestarikan-budaya-disdikbud-sragen-dorong-guru-menulis-tradisi-lisan-1394552?utm_source=tags_desktop. Editor : Penulis: SholahuddinKaled Hasby Ashshidiqy Publish: Mau Mobil SUV Idaman hanya dengan Rp.328/hari? Langganan Espos Plus Sekarang Silakan berlangganan dan dapatkan berbagai konten menarik di Espos Plus. Solopos.com - Panduan Insformasi & Inspirasi

Sebagai upaya melestarikan kebudayaan, Disdikbud Sragen mendorong para guru untuk menuliskan tradisi lisan yang merupakan salah satu objek pemajuan kebudayaan dalam bentuk tulisan populer.

SOLOPOS.COM – Para guru SMPN di Sragen mengikuti Workshop Objek Pemajuan Kebudayaan, Mengemas Tradisi Lisan dalam Bentuk Tulisan Populer yang digelar di Tawangmangu, Karanganyar, Kamis (11/8/2022). (Istimewa)

Solopos.com, SRAGEN — Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Sragen mendorong para guru menulis tentang tradisi lisan dalam bentuk tulisan populer di media massa. Karya tulis guru menjadi bagian penting untuk melestarikan kebudayaan di wilayah Sragen.

Kepala Disdikbud Sragen, Suwardi, mengatakan saat ini ada banyak tradisi yang luar biasa yang berkembang di Sragen. Tidak hanya ratusan, bahkan bisa sampai ribuan jumlahnya . “Sampai saat ini yang sudah ditulis atau dibukukan jumlahnya sangat sedikit. Padahal ini kekayaaan yang luar biasa,” ujarnya saat menyampaikan sambutan pada Workshop Objek Pemajuan Kebudayaan, Mengemas Tradisi Lisan dalam Bentuk Tulisan Populer, Kamis (11/8/2022).

Workshop yang digelar di Rumah Nginep Erce, Tawangmangu, Karanganyar ini dikuti 30 guru SMP negeri di Kabupaten Sragen. Di hadapan para peserta, Suwardi meminta mereka menghasilkan karya seusai mengikuti workshop. Tulisan para guru ini menjadi upaya untuk melestarikan tradisi lisan agar terus berkembang serta bermanfaat bagi generasi penerus.

Suwardi mengakui selama ini masih ada masalah terkait literasi membaca dan menulis di dunia pendidikan. Karena itu mereka perlu diberi pelatihan menulis. “Menulis di media massa itu butuh keberanian. Tidak perlu takut salah,” ujarnya memberi semangat kepada peserta.

Workshop Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) selama tiga hari ini mengundang tim Solopos Institute sebagai pemateri penulisan berbasis jurnalisme. Peserta mendapatkan materi jurnalistik dasar, teknik reportase, penulisan deskriptif dan naratif berbentuk berita kisah, merancang menulis tradisi lisan, serta teknik penulisan esai.

Sedangkan materi tentang OPK serta materi relasi OPK dan industri kreatif disampaikan Kabid Pembinaan Kebudayaan Disdikbud Sragen, Johny Adhi Aryawan. Dengan mengutip UU No. 5 Tahun 2027, Johny menjelaskan pemajuan kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan Kebudayaan.

Terlambat
Objek pemajuan kebudayaan ada sepuluh, yakni tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional.

“Tradisi lisan adalah tuturan yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat, antara lain sejarah lisan, dongeng, rapalan, pantun dan cerita rakyat,” jelas Johny.

Menurutnya, penerbitan UU No. 5 Tahun 2017 sebenarnya terlambat. Keterlambatan ini mengakibatkan terlambat pula pengumpulan database tentang OPK. Secara lebih jauh terlambat pula untuk menarik OPK ke dalam industri kreatif.

Johny mengaku pihaknya sudah membuat database OPK di Sragen yang jumlah totalnya mencapai 618 OPK. Sebanyak 123 di antaranya berbentuk tradisi lisan. Namun, lanjut Johny, temuan ini masih perlu verifikasi tim pengkaji warisan budaya.

Dia melanjutkan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah bertugas melakukan pengarusutamaan kebudayaan melalui pendidikan untuk mencapai tujuan pemajuan kebudayaan. Workshop penulisan tradisi lisan ini juga menjadi bagian pemajuan kebudayaan melalui pendidikan.

Peserta menulis beragam tema saat sesi praktik menulis. Berbagai tradisi lisan di Sragen dibahas dari berbagai perspektif. Ernawati, peserta workshop yang juga guru IPS SMPN 2 Sragen, menulis esai tentang membangun karakter anak melalui tradisi tedak siten. Tradisi ini bertujuan agar anak tumbuh menjadi pribadi mandiri. Selain itu sebagai penghormatan kepada bumi tempat si kecil mulai belajar menginjakkan kaki.

Peserta dari SMPN 1 Masaran, Dyah Saptorini, menulis tentang bancakan weton. Dia menjelaskan bancakan weton/wetonan merupakan peringatan hari lahir berdasarkan perhitungan kalender Jawa yang berputar setiap 35 hari. Orang Jawa menyebutnya selapan.

Tradisi bancakan weton banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa sebagai bentuk rasa syukur dan meminta keselamatan kepada Allah. Peserta lain menulis tentang legenda Gunung Kemukus, tradisi nyadran, tradisi tingkepan, ritual di Punden Mbah Candi, cerita tentang kauman dan sebagainya.

Usai mengikuti workshop, peserta wajib membuat tulisan populer, baik dalam bentuk esai maupun berita kisah. Karya guru akan diseleksi sehingga bisa dimuat di koran Solopos.

Penulis: Sholahuddin | Editor: Kaled Hasby Ashshidiqy