Blog

Lagu Kemesraan Menutup Workshop Bercerita tentang Keberagaman Berbasis Esai

esai, keberagaman, literasi, solopos institute

Lagu Kemesraan karya Iwan Fals mengalun di salah satu ruang di Syariah Hotel Solo, Jl. Adisucipto, Colomadu, Karanganyar, Kamis,  (23/12/2021). Putri Handayani, guru kesenian di SMKN 2 Klaten,  berinisiatif menyanyikan lagu tanpa alunan musik ini. Seperti dikomando, lagu Kemesraan pancingan Putri ini disambut 24 peserta workshop. Mereka menyanyikan lagu itu bersama-sama sambil melambai-lambaikan tangan. Semua larut dalam kemesraan. Syahdu…

Lagu tenar karya Iwan Fals ini menutup rangkaian Workshop Literasi Keberagaman melalui Jurnalisme untuk guru, Bercerita tentang Keberagaman Berbasis Esai.  Peserta tak segera beranjak pulang meski acara workshop selama dua hari itu sudah ditutup. Usai bernyanyi, mereka tidak ingin mengabaikan kesempatan workshop ini dengan mengabadikan acara ini via smartphone  masing-masing. “Kegembiraan peserta menjadi salah satu indikator penting keberhasilan sebuah workshop,” ujar jelas Project Leader Literasi Keberagaman, Sholahuddin, Kamis (23/12/2021), kepada solopos.institute. Meski demikian, kata dia, luaran workshop ini masih perlu ditunggu, yakni saat mereka bisa membuat esai untuk menebarkan nilai-nilai keberagaman kepada publik. Karena tujuan akhir dari program ini adalah terbangunnya sekolah yang inklusif. Baik guru maupun siswa bisa menerima keberagaman sebagai keniscayaan, tanpa mempersoalkannya.

Program literasi keberagaman melalui jurnalisme yang diusung Solopos Insitute sejak Agustus 2020 ini memasuki tahap workshop untuk guru. Sebelumnya workshop literasi keberagaman diperuntukkan bagi para siswa SMA/SMK di 8 sekolah di Soloraya di lokasi program.

Sebagai tahap awal, workshop untuk guru bercerita tentang keberagaman berbasis esai digelar pada Senin-Selasa (20-21/12/2021) untuk tahap pertama dan Rabu-Kamis (22-23/12/2021) untuk tahap kedua. Workshop ini akan dilanjutkan untuk tema Bercerita Tentang Keberagaman Berbasis Berita Kisah dan Video. Workshop tersebut masing-masing diikuti 30 dan 24 guru SMA/SMK di Soloraya yang menjadi lokasi program. Sebagai fasilitator adalah para guru yang telah mengikuti ToT dalam program ini. Peserta workshop mendapatkan tujuh materi dalam dua hari workshop ini. Pada hari pertama peserta mendapatkan materi, pertama, Aku, Kamu, Kita Semua Berharga. Kedua, Setop Prasangka dan Hapus Stereotip. Ketiga, Kita Tidak Selalu Seiring Sejalan. Keempat, Hei Jangan Mudah Percaya. Materi pada hari pertama untuk membangun kesadaran tentang pengenalan diri, memahami penerimaan diri, hal yang bisa diubah dan tidak, menghapus stereotip dan prasangka, memahami konflik dan cara menyelesaikannya, serta pengenalan literasi digital bagi para guru, khususnya cara mengenali berita hoaks dan cara memverfikasi informasi.

Penalaran

Baru pada hari kedua peserta mendapatkan  materi teknik penulisan esai. Tri Winarno, guru SMKN 2 Klaten dan Retno Winarni, guru SMAN Kerjo, Karanganyar memandu langsung workshop selama sehari penuh. Secara bergantian duet ini memfasilitasi peserta menulis esai. Baik Tri Winarno maupun Retno Winarni selama ini dikenal sebagai guru penulis esai. Pada tahap awal Tri Winarno mengajak diskusi perihal penalaran induktif dan deduktif yang amat penting dalam penulisan. “Bagi Bapak dan Ibu guru tidak asing dengan penalaran ini karena ada materi ini dalam pelajaran Bahasa Indonesia,” jelasnya mengawali workshop. Dia lantas menjelaskan secara rinci perihal cara membedakan paragrap induktif dan deduktif dengan memparkan beberapa paragrap untuk dianalisis peserta.

Meski penalaran ini penting diketahui, Tri Winarno menceritakan pengalaman pribadinya saat menulis. Kalau menulis esai, katanya, ya menulis saja tanpa terjebak apakah kalimat yang ditulis induktif dan deduktif. Biarkan mengalir saja. Tri Winarno juga memandu peserta untuk membuat mind map sebagai salah satu metode penulisan esai. Peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk membuat konsep mind map.

Pada sesi selanjutnya Retno Winarni mengajak peserta untuk berdiskusi tentang penulisan esai. “Menulis esai itu seperti bercerita,” katanya kepada peserta. Bahasa esai mesti enak dibaca dan mengalir seperti saat bercerita kepada orang lain. Bahasa enak dan menarik ini akan menarik orang untuk terus membaca sebuah esai.  Guru Bahasa Indonesia ini kemudian mengajak peserta untuk membuat outline tulisan, hingga praktik penulisan esai. Di akhir sesi peserta diminta menuliskan komitmen untuk menulis esai di secarik kertas sticky note. “Saya akan menyelesaikan esai dalam lima hari.”

“Saya akan menyelesaikan esai dalam 10 hari.” Yang lainnya berkomitmen ingin terus menebarkan nilai-nilai keberagaman melalui esai. Usai workshop para guru wajib membuat karya esai berbasis keberagaman. Dengan karya esai ini para guru diharapkan terus membangun kemesraan dengan nilai-nilai keberagaman, toleransi dan perdamaian sampai kapanpun.

Seperti lagu karya Iwan Fals itu, Kemesraan ini jangan cepat berlalu…..