Masjid dan gereja yang dibatasi jalan melintang dari timur ke barat, di Dukuh Pencil, Kelurahan Bendo, Kecamatan Pedan, Klaten, melahirkan banyak cerita tentang keberagaman.
Solopos.com, SOLO—Di Dukuh Pencil, Kelurahan Bendo, Kecamatan Pedan, Klaten, terdapat tempat ibadah berdampingan yang dibatasi jalan melintang dari timur ke barat.
Masjid Al Islam yang berdiri sekitar 1840 berada di sebelah selatan jalan, sementara Gereja Kristen Jawa yang berdiri sekitar 1932 berdiri di sebelah utara jalan atau tepat di seberang jalan masjid.
Sejumlah warga di Dukuh Pencil rutin menjalankan ibadah di Masjid Al Islam. Masjid ini berada kurang lebih 2 km di sebelah barat Pasar Pedan. Kegiatan upacara keagamaan sering diadakan, seperti peringatan Idulfitri, Iduladha, dan pengajian-pengajian rutin.
Yang luar biasa, ketika hari besar Islam jatuh pada hari Minggu, kegiatan kebaktian di gereja diundur. Di dua tempat tersebut, kegiatan beribadah dijalankan berdampingan sejak lama. Contohnya aktivitas pendonoran darah yang digelar pemuda-pemudi masjid serta pemuda-pemudi gereja pada 2005 lalu.
Kegiatan itu adalah potret nyata keberagaman masyarakat.
Masyarakat menempatkan perbedaan bukan sebagai penghalang, sebaliknya sebagai perekat untuk saling menghomati dan memahami. Aktivitas ibadah dijalankan sesuai agama dan keyakinan masing-masing secara nyaman dan khusuk. Uniknya, di Dukuh Pencil itu juga terdapat SMK Kristen yang berada di sebelah barat gereja.Sekolahan tersebut sudah berdiri sejak 1969. Siswa-siswa di SMK Kristen itu berasal dari berbagai daerah.
SMK Kristen banyak meluluskan siswa. Warga di sekitar mendapat maanfat. Ada yang bekerja di SMK tersebut, membuka titipan sepeda, hingga buka warung. Hubungan timbal-balik saling menguntungkan antara sekolahan dan masyarakat sekitar terjadi. Kondisi itu menciptakan peluang usaha.
Anak-anak di Dukuh Pencil juga banyak yang belajar di sekolahan tersebut. Fasilitas pendidikan yang ada memberikan manfaat untuk mereka. Tokoh masyarakat yang rumahnya di depan Masjid Al Islam, Muhammad Sukri, 50, menjelaskan toleransi terjadi sejak gereja dan SMK Kristen ada. Siswa SMK Kristen yang beragama Islam dapat menjalankan ibadah di masjid Al Islam.
Musyawarah
Setiap Jumat, beberapa siswa berseragam SMK Kristen Pedan yang beragama Islam berjalan menuju Masjid Al Ikhlas kemudian mengambil air wudu bersama warga setempat.
Mereka lantas melaksanakan Salat Jumat sampai selesai. Toleransi terjalin. Keberagaman agama di Dukuh Pencil mampu menciptakan suasana saling memahami, menghargai makna dan perbedaan antar pemeluk agama dalam menjalankan ibadah. Ratno Widyastuti, Kepala SMK Kristen Pedan, mengizinkan siswanya yang beragama Islam untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya.
Setiap Jumat, para siswa juga dipersilakan menjalankan Salat Jumat di masjid. Bahkan di SMK Kristen tersebut ada pelajaran agama Islam dan agama Hindu.
Sementara itu, Krisapndaru, pendeta Gereja Kristen Jawa juga membenarkan adanya toleransi itu. Pada saat peringatan hari besar umat Kristiani, mereka bisa dengan tenang melaksanakan kegiatan keagamaan di gereja. Saat perayaan Natal, warga sekitar juga mendapat bingkisan parsel.
Toleransi sebagai bentuk penghormatan merupakan implementasi dari rasa syukur sebuah kehidupan dalam masyarakat yang sederhana, nyaman, dan damai. Saling memberi kontribusi secara ikhlas menunjukkan perilaku kehidupan sosial masyarakat yang humanis, fleksibel, dan tanpa prasangka prasangka negatif.
Gotong-royong menjadi solusi di perkampungan kecil yang latar belakang, pendidikan, kondisi ekonomi, sosial-budaya, pekerjaan, agama, dan keyakinannya berbeda-beda. Semuanya hanya ingin hidup sederhana, nyaman, serta damai.
Dalam merencanakan pembangunan, warga di Dukuh Pencil selalu melakukan musyawarah terlebih dulu. Selalu terjalin kerja sama dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pemerintah desa setempat, khususnya warga yang berada di sekitar masjid dan gereja.
Pembangunan di Dukuh Pencil senantiasa berjalan lancar, baik itu di bidang infrastruktur, sarana pendidikan, kebersihan, maupun kesehatan. Sekitar 1980 sebagai contoh. Pembangunan pagar makam di belakang masjid berjalan lancar atas prakarsa eyang Atmomulyono dan tokoh-tokoh masyarakat yang bekerja sama dengan Sukarno, pendeta waktu itu.
Semua saling memberikan kontribusi dalam proses pembangunan pembuatan pagar makam. Akhirnya proses pembangunan pagar makam dapat diwujudkan dan masih berdiri sampai sekarang.
Tujuan Bersama
Duduk bersama tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka agama. Peristiwa itu menjadi inspirasi musyawarah yang luwes dalam merencanakan pembangunan untuk kemajuan desa.
Estafet dari generasi sebelumnya diteruskan ke generasi berikutnya. Satu demi satu pembangunan tugu, jalan, dan talut di desa terwujud. Musyawarah dilakukan berdasarkan mufakat, gotong royong dengan tujuan mulia didasarkan pada pencapaian tujuan ke depan.
Keberagaman menjadi modal kebersamaan dalam mewujudkan cita cita yang lebih besar dan merata. Aktivitas sosial di Dukuh Pencil selalu berjalan dengan nyaman. Pendeta Krisapndaru bahkan sering membaur di wedangan kampung. Dia juga ikut berjaga malam, bergabung dengan warga di pos ronda.
Di Pedan, keberagaman memberikan kontribusi pada kebersamaan. Obrolan-obrolan kecil dan candaan mewarnai pembauran yang terjadi di warung wedangan. Tanpa membedakan agama dan keyakinan, warga menikmati hangatnya kopi dan teh, makanan kecil seperti tahu, bakwan, lentho, resoles, dan berbagai makanan kecil lain. Warung-warung kecil di perkampungan menjadi filter keberagaman.
Dialog-dialog spontan tanpa diskriminasi, candaan, gelak tawa spontan, dan berbagai ekspresi yang sangat alami muncul. Gambaran interaksi, komunikasi manusia sebagai makhluk individu maupun manusia sebagai makhluk sosial terjadi.
Cita cita tatanan kehidupan perkampungan damai, nyaman, dan aman menjadi refleksi tatanan tatanan kehidupan yang lebih luas. Toleransi dalam keberagaman memberi kesejajaran rasa damai, nyaman, dan aman secara bersama-sama. Dalam menjalankan aktivitas sosial, agama, dan budaya, masyarakat bisa berjalan berdampingan tanpa adanya stereotip dan prasangka.
Daru Aji Prihadiyanto
Penulis adalah guru di SMAN 1 Cawas
Sumber:https://www.solopos.com/cerita-toleransi-di-dukuh-pencil-1267752?utm_source=terkini_desktop