Saat guru tahu nama murid-muridnya, apakah itu berarti guru tersebut benar-benar telah mengenal mereka?
Solopos.com, SOLO—Kenal, sebagian besar orang bisa dengan gampang memaknai arti kenal. Dengan bertatap muka, menyebutkan nama, berjabat tangan, berarti sudah kenal. Atau tidak sengaja bertemu, kemudian bercakap-cakap, berarti sudah kenal.
Padahal kenal punya beragam makna, dari yang paling dangkal sampai dengan yang paling dalam. Semakin kenal biasanya seseorang dapat menjadi tempat curhatan hati, baik dalam kesenangan atau ketika hati sedang galau. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kenal adalah sebuah homonim karena memiliki ejaan dan pelafalan yang sama, namun maknanya berbeda. Kenal sebagai verba (kata kerja) memiliki enam arti yang intinya tahu dan teringat kembali. Contoh: Baru mendengar suaranya, aku sudah kenal siapa dia.
Kenal juga bisa bermakna pernah tahu (bersahabat), contoh: Saya belum kenal dengan orang itu. Definisi kenal bisa pula berarti tahu; mempunyai rasa, contoh: tidak kenal mal; mengerti; dan mempunyai pengetahuan tentang, misalnya: Sebagian warga kita belum kenal (aturan) hukum dan pajak.
Nah, bagaimana arti kenal dalam kegiatan belajar-mengajar antara guru dengan siswa? Ini membutuhkan makna kenal yang lebih luas. Di suatu sekolah, guru harus mengenal lebih dari 300 siswa. Apakah itu bisa dimaknai kenal dengan hanya menyebutkan nama? Ternyata tidak sedangkal itu.
Siswa memiliki beragam latar belakang lingkungan dan asal sekolah yang berbeda. Semua memengaruhi pertumbuhan mereka. Semua itu berkaitan dengan keberagaman. Menurut https://www.solaharthandal.com/keberagaman-karakteristik-individu-pengertian-manfaat-dan-contoh-sikap, keberagaman berasal dari kata ragam yang artinya bermacam-macam. Keberagaman manusia bukan berarti manusia itu bermacam-macam jenis, seperti halnya hewan dan tumbuhan. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tetaplah satu jenis.
Keberagaman manusia dapat diartikan individu yang memiliki perbedaan. Perbedaan itu karena manusia adalah individu yang memiliki ciri khas tersendiri, seperti perbedaan karakteristik. Lantas, apakah dimaksud dengan karakteristik? Karakteristik adalah sifat dan kebiasaan seseorang serta nilai-nilai hidup yang dianut seseorang sehingga tercermin melalui perilaku sehari-hari yang mudah diperhatikan. Itu juga berarti ciri atau karakter secara alamiah yang melekat pada diri seseorang.
Karakteristik individu dalam masyarakat Indonesia beragam jenisnya, di antaranya meliputi fisik, kegemaran, pekerjaan, suku, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, serta agama atau kepercayaan. Masyarakat Indonesia rnerupakan masyarakat plural atau majemuk. Masyarakat Indonesia terdiri atas beragam karakteristik. Bermacam-macam karakteristik pada masyarakat Indonesia ini merupakan kekayaan bangsa yang dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.
Berbicara mengenai keberagaman karakteristik manusia, khususnya yang terkait dengan siswa, dapat diketahui melalui berbagai cara. Contohnya lewat dokumentasi dan penilaian atitude dalam pergaulan sehari-hari. Tidak ada yang pernah tahu hati seseorang. Terkadang bisa muncul prasangka positif atau negatif. KBBI menulis prasangka adalah pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahuinya (menyaksikan, menyelidiki) sendiri. Bisa juga pendapat atau perasaan yang buruk terhadap ras tertentu tanpa pengetahuan atau alasan yang cukup.
Prasangka
Prasangka kali pertama diperkenalkan Gordon Allport yang berasal dari kata praejuducium. Artinya pernyataan atau kesimpulan tentang sesuatu berdasarkan perasaan atau pengalaman yang dangkal terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu. Prasangka dapat berarti sikap, emosi, atau perilaku negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang karena keanggotaannya dalam kelompok tertentu. Penilaian juga berdasarkan karakteristik merendahkan, pengekspresian, perasaan negatif, tindakan permusuhan, dan tindakan diskriminatif. (https://www.suara.com/news/2021/04/08/131638/apa-itu-prasangka-ini-bedanya-dengan-stereotip-faktor-dan-ciri-cirinya).
Prasangka berbeda dengan stereotip. Stereotip adalah generalisasi yang berlebihan terhadap seseorang berdasarkan sifat-sifat yang ada pada kelompoknya (ras, suku, atau agama). Stereotip merupakan jalan pintas dalam berpikir. Stereotip tidak selalu bersifat negatif. Namun, stereotip akan selalu negatif jika dipengaruhi prasangka. Kembali lagi pada pertanyaan bagaimana guru mengenal siswa. Guru mengenal siswa berdasarkan pengalaman mengajar dan kegiatan yang melibatkan guru dan siswa di sekolah. Akibat keterbatasan dalam pengenalan tersebut, kadangkala menimbulkan prasangka yang mengarah pada stereotip yang cenderung negatif terhadap siswa.
Saya akan berikan contoh munculnya stereotip dan prasangka ini. Dua tahun lalu, seorang guru mendapat tugas menjadi wali kelas X IPS. Kelas itu adalah kelas istimewa karena banyaknya siswa yang bermasalah. Hal ini berdasarkan informasi dari banyak guru. Menurut seorang guru, ada siswa yang jarang masuk sekolah, sekalinya masuk dia sengaja kabur melompat pagar lalu pergi naik ojek online. Ada juga laporan siswa yang selalu berceloteh kasar ketika guru mengajar.
Sementara, pandangan murid lainnya selalu kosong. Ada yang kehilangan kaus olahraga setelah teman putri satu kelas melemparkannya ke atas layar LCD. Ada juga siswa yang memasukkan sepatu ke kotak ponsel di kelas, bermain HP saat pelajaran, tidak pernah masuk, tidak bisa dihubungi sampai tahun ajaran berikutnya, serta banyak lagi peristiwa lain.
BK kewalahan dalam menghadapi kelakuan siswa di kelas tersebut. Tahun ini, saya mendapat tugas mengajar di kelas XII IPS. Maka saya akan bertemu dengan siswa yang dulu selalu bermasalah itu. Saya berpikir bahwa saya harus pasang badan menghadapi siswa di kelas tersebut, bersiap-siap dengan banyaknya siswa yang tidak masuk saat Zoom, tidak mengerjakan tugas di Office Teams, celoteh yang tidak jelas, hingga harus tahu info untuk siswa yang tidak masuk terus, dan siswa yang benar-benar tidak mengapresiasi pelajaran.
Sampai akhir semester I, beberapa prediksi memang menjadi kenyataan. Hingga kemudian, pihak kurikulum meminta setiap guru mata pelajaran peminatan mewajibkan siswa mengumpulkan portofolio tugas sebagai syarat kelulusan dengan batas waktu. Banyak yang pesimistis dengan ketentuan tersebut.
Hari yang ditentukan untuk pengumpulan akhirnya datang juga. Apa yang terjadi? Guru-guru kaget sekaligus terharu karena para siswa mengumpulkan tugas yang diminta, bahkan berbondong-bondong.
Siswa yang biasanya mengandalkan ibunya untuk mengumpulkan tugas maupun siswa yang jarang masuk Zoom datang sendiri. Mereka bercerita sempat kesulitan mencetak portofolio tugas sampai habis Rp 200.000 di tempat penyewaan komputer.
Yang mengharukan lagi, siswa yang tidak pernah masuk dan ada kabar bahwa dia sudah membuat surat untuk bunuh diri datang mengumpulkan tugas dengan penuh semangat. Benar-benar di luar dugaan.
Melihat peristiwa itu, saya mendapat pelajaran. Dalam mengenal siswa, seorang guru sebaiknya mencari data dan informasi dari berbagai sumber. Pertama, yaitu dokumentasi, semisal penilaian sikap yang dilakukan guru sewaktu SMP atau penilaian sikap dari guru yang mengajar pada jenjang pendidikan sebelumnya, yaitu dari kelas X dan kelas XI.
Kedua, observasi. Data ini bisa diperoleh dari guru yang mengajar pada jenjang pendidikan sebelumnya, yaitu dari kelas X dan kelas XI atau selama mengajar di kelas XII. Dengan bertambahnya usia siswa, kemungkinan mereka menjadi lebih dewasa. Ketiga, mengenal pribadi siswa melalui percakapan atau tanya jawab sehingga bisa mengetahui attitude siswa dari cara dan intonasi mereka menjawab pertanyaan. Kesimpulannya, kenal secara fisik dan dokumentasi ternyata tidak bisa menjadi ukuran seberapa besar kita mengenal seseorang.
Don’t judge the book from the cover itu benar adanya. Sebagai pengajar, saya harus benar-benar memahami latar belakang dan keadaan siswa yang beragam, berusaha menghilangkan stereotip dan prasangka yang justru akan menghilangkan objektifitas seorang guru.
Penulis: Dina Habsari
Penulis adalah guru di SMAN 4 Solo
Editor: Ayu Prawitasari
Sumber:: https://www.solopos.com/kenalkah-aku-dengan-siswaku-1295352?utm_source=terkini_desktop.