Dengan bermain gamelan, segala perbedaan di sekolah justru menjadi harmonisasi.
Solopos.com, SOLO—Nuthuk bebarengan adalah kegiatan yang rutin dilakukan warga Sekolah Menengah Negeri 1 Cawas Klaten sekali dalam sepekan. Dalam kegiatan itu, kami memukul bersama alat-alat musik untuk menghasilkan orkestra yang menuntut harmonisasi.
Kegiatan yang disebut nuthuk bebarengan itu digelar setelah Salat Jumat. Istilah nuthuk bebarengan memang terdengar unik dan mungkin mengundang persepsi yang aneh. Padahal nuthuk bebarengan itu sebenarnya bertujuan mengakrabkan satu keluarga besar SMAN 1 Cawas. Melalui kegiatan nuthuk bebarengan, para guru dan karyawan yang berjumlah total 80 orang meluangkan waktu – setelah selesai mengajar atau menunggu waktu presensi pulang – untuk memukul atau memainkan alat musik tradisional Jawa, yakni gamelan, bersama-sama.
Nuthuk bebarengan merupakan salah satu kosakata dari bahasa Jawa ngoko. Kata dasarnya thuthuk kemudian menjadi nuthuk ketika bertujuan membentuk kata kerja aktif transitif. Maknanya memukul dengan sesuatu, semisal dengan tongkat, sepotong kayu, ataupun alat pemukul lain.
Sedangkan kata bebarengan berasal dari kata bareng-bareng yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti bersama sama. Jadi, meskipun kegiatan ini hanya sebentar, sebaliknya justru menjadi pengalaman yang mengasyikkan.
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari kegiatan ini. Contohnya ketika nuthuk bebarengan, hilang semua kesedihan dan kekecewaan yang kami rasakan pada hari itu. Yang tercipta justru kerja sama unik untuk memainkan nada-nada. Harmonisasi gamelan menjadi alat pemersatu perbedaan di sekolah tempat saya bekerja.
Gamelan sejatinya berasal dari kata gamel yang dalam bahasa Jawa berarti memukul atau menabuh. Akhiran an merujuk pada kata benda. Secara keseluruhan bisa dimaknai sebagai seperangkat alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul atau ditabuh. Sebenarnya alat musik sejenis gamelan juga banyak ditemui di berbagai daerah di Indonesia. Namun, istilah gamelan Jawa mengacu pada gamelan di Jawa Tengah secara umum. Gamelan Jawa yang berirama lembut umumnya dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang dan pertunjukan tari.
Kerawitan
Dalam perkembangannya, gamelan Jawa kemudian berdiri sendiri sebagai cabang seni, yakni seni kerawitan. Dia tumbuh dan berkembang dan memunculkan gending-gending baru di mana ide atau temanya akrab dengan kehidupan sehari hari masyarakat.
Lancaran termasuk gending paling sederhana, misalnya lancaran gugur gunung (kerja bakti atau gotong royong). Lancaran gugur gunung yang diciptakan 1961 ini termasuk gending propaganda, motivasi (semangat) karena sifatnya imbauan. Propaganda tidak berarti selalu jelek sebab propaganda sama dengan iklan, sifatnya sama. Yang membedakan adalah rujukan (ajakannya). Karya ini mengandung nuansa semangat untuk bergotong-royong atau bekerja sama dalam membangun negara, sekaligus menggugah atau mendorong pekerjaan kemasyarakatan secara bersama-sama untuk mencapai kesejahteraan. (Menurut Murwanto, 14 Maret 2016).
Ada lagi contoh lancaran yang terinspirasi dari pengalaman masyarakat yang baru kali pertama melihat alat trasportasi modern (bemo). Lancaran itu selain menggambarkan keseharian masyarakat pada waktu, juga memperkenalkan bemo kepada rakyat sekaligus memberikan informasi bahwa pemerintah telah menyediakan alat transportasi berupa bemo.
Nah, berbicara tentang gamelan, sebenarnya merupakan alat musik yang menjadi identitas orang Jawa. Wikipedia menyebut gamelan adalah alat musik ansambel atau harus dimainkan sekumpulan orang. Alat musik gamelan diduga sudah dikenal di Jawa sejak 326 Saka (404 M). Penggambaran permainan memukul gamelan pada masa itu dijumpai pada relief Candi Borobudur dan Prambanan. Alat musik tradisional ini sering dimainkan dan ditanggap istilahnya, untuk mengiringi upacara panggih manten (temu pengantin) maupun mengiringi teater tradisional, ketoprak, pementasan wayang, dan event- event tradisional lain.
Melihat sejarah gamelan, ternyata telah berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Budha, yakni pada abad ke-8 hingga ke-11. Perkembangannya terutama terlihat di pulau Bali, Jawa, dan Sumatra. Dari sekian daerah di Indonesia, gamelan Jawa dan Bali adalah alat musik tradisional Indonesia yang telah mendunia.
Saya masih ingat tayangan iklan di salah satu stasiun televisi lokal mengenai seperangkat gamelan yang dimainkan para pemain dari klub sepak bola terkenal dari Inggris, Arsenal. Tujuannya adalah promosi, khususnya menyambut kedatangan mereka ke Indonesia. Ini merupakan sebuah pengakuan terhadap gamelan sebagai identitas yang hanya dimiliki bangsa Indonesia. Terbukti juga ada koleksi seperangkat gamelan Jawa di Museum Paris dan Museum Musik Nasional di Negeri Paman Sam.
Yang harus digarisbawahi, kalau orang asing saja mengagumi gamelan, kita sebagai pemilik alat musik ini seharusnya lebih mengenalnya. Yang terjadi saat ini, banyak yang tidak tahu apa itu gamelan. Nah, persoalan inilah yang harus segera kita deteksi sedini mungkin agar kelak generasi mendatang bisa mempelajari gamelan di negeri sendiri. Bukan sebaliknya, harus ngangsu kawruh atau menuntut ilmu di negeri orang.
Secara tekstur, gamelan memiliki morfologi yang beraneka macam, ada yang gepeng ataupun pipih, ada yang bulat, bahkan ada yang beraneka ukuran, sesuai dengan karakter tabuhannya. Dilihat dari bahan bakunya, instrumen musik ini ada yang terbuat dari logam kuningan, alumunium, dan yang paling bagus adalah perunggu.
Gamelan dimainkan dengan cara bermacam-macam. Ada yang dipukul dengan tangan, ada yang dipetik, dan ada yang digesek. Gamelan harus dimainkan secara bersamaan karena satu perangkat gamelan menghasilkan bunyi dan harmonisasi. Seperangkat gamelan Jawa terdiri atas 16 instrumen yang terdiri atas kendang, saron, bonang, demung, kenong, gong, kempul, gambang, slenthem, gender, siter, rebab, suling, kemanak, gendrum, dan gender.
Bersamaan
Uniknya, masing masing instrumen memiliki keunikan bunyi, ciri khas dan fungsi tersendiri. Gendang atau kendang, misalnya. Alat ini dalam musik gamelan adalah pamurba irama, berfungsi sebagai pengatur irama dan tempo gending yang dimainkan. Peran penting gendang menjadikan penggendang atau pemain gendang selalu ditempatkan sebagai pimpinan kerawitan pengiring. Cara memainkannya dengan menabuh atau memukul menggunakan tangan ke permukaan gendang.
Selanjutnya adalah slenthem dan demung. Alat ini adalah ricikan pokok atau ricikan balungan yang nada-nadanya dibuat hanya dalam satu gembyang atau satu oktaf. Bilah nada disusun dari nada rendah ke nada yang lebih tinggi secara berurutan. Ricikan balungan berfungsi sebagai penegas atau menunjukkan lagu yang sesungguhnya.
Gamelan harus dithutuk bebarengan atau dimainkan secara bersamaan karena satu perangkat gamelan menghasilkan bunyi yang harmonis. Harmoni dapat diartikan sebagai selaras, salah satu unsur yang harus terkandung dalam karya musik. Untuk menciptakan karya musik yang baik, musisi atau komposer harus mengetahui unsur apa saja yang terkandung dalam musik. Umumnya musik memiliki arti sebuah seni yang dilakukan dengan cara menyusun nada atau suara dengan urutan, kombinasi, serta hubungan temporal.
Harmonisasi dapat diartikan proses atau upaya untuk menyelaraskan, menyerasikan, atau menyesuaikan sesuatu yang dianggap tidak atau kurang sesuai serta kurang atau tidak pantas atau tidak serasi sehingga menghasilkan sesuatu yang baik atau harmonis dalam berbagai hal. Harmonisasi dapat diartikan teknik menambahkan nada lain di atas deretan melodi utama sehingga menghasilkan perpaduan nada yang ampuh serta menambah keindahan sebuah lagu. Merujuk dari berbagai hal itu, saya simpulkan bahwa memainkan sebuah nada atau gending memerlukan para penabuh yang memiliki satu tujuan.
Saat alat musik tradisional ini dimainkan berbagai macam orang dengan beragam pendidikan, agama, kepribadian, dan mungkin kepentingan, maka semua itu harus lebur. Harmonisasi menjadi hal yang utama di mana semua penampilan harus seimbang. Tidak boleh ada yang menonjol sehingga menghasilkan sajian yang nikmat. Selanjutnya harmoni itu membentuk komposisi yang memiliki nilai estetika bunyi, kesatuan yang menyajikan hidangan yang kompak.
Betul sekali pepatah yang mengatakan bahwa musik adalah bahasa dunia. Musiklah yang mampu menyatukan beragam etnik dan perbedaan pendapat saat terjadi ketegangan. Musik mampu mencairkan kebekuan yang seringkali kita jumpai saat kita tidak menemukan titik temu dari sebuah permasalahan. Di sebuah sekolah, misalnya, terkadang terjadi perbedaan pendapat atau diskusi yang cukup membuat tegang isi kepala. Nah, dengan mengadakan kegiatan nuthuk bebarengan, para guru dan karyawan, baik itu guru matematika dan guru MIPA yang dinilai kaku karena selalu berkutat dengan angka-angka, maupun guru mata pelajaran yang lain dituntut menghasilkan harmonisasi.
Perbedaan latar pendidikan dan kondisi lain tidak boleh dilibatkan dalam memainkan alat musik secara bersama agar menghasilkan sebuah harmonisasi dari titi laras yang sama.
Sunarni
Penulis adalah guru di SMAN 1 Cawas, Klaten
Editor : Ayu Prawitasari
Sumber : https://www.solopos.com/gamelan-dan-harmoni-di-sekolah-1296256?utm_source=terkini_desktop.