Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the learnpress domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the learnpress domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the thim-core domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the woocommerce domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114
Toleransi di Kaki Gunung Lawu – Solopos Institute

Blog

Toleransi di Kaki Gunung Lawu

Saat Nyepi, warga kampung toleransi di Ngargoyoso yang non-Hindu akan membantu menjaga rumah warga yang sedang memperingatinya, hal yang sama terjadi saat Hari Raya Idulfitri dan Natal.

Solopos.com, SOLO—Indonesia saat ini sedang menghadapi pandemi Covid 19. Semua rakyat Indonesia harus membiasakan diri dengan kebiasaan baru guna memutus rantai persebaran Covid 19.

Pembatasan pergerakan manusia saat ini justru menjadi tantangan tersendiri bagi rakyat indonesia untuk tetap mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Indonesia sebagai negara yang majemuk – punya beragam kekayaan alam maupun budaya – menjadi ciri khas tersendiri yang belum tentu dapat dijumpai di tempat lain.
Suku, ras, agama, dan bahasa yang beragam di Indonesia sepatutnya dijadikan kekuatan untuk persatuan dan kesatuan. Keberagaman itu bukan malah menjadi sumber perpecahan yang dapat menjadi kelemahan bangsa sendiri.

Masih banyaknya konflik yang terjadi di Indonesia dilatarbelakangi perbedaan. Konflik muncul karena kurangnya kesadaran akan pentingnya rasa toleransi dan saling meghargai.

Beragam upaya yang dilakukan banyak pihak agar rakyat Indonesia menyadari pentingnya kesatuan dan persatuan. Rakyat Indonesia harus benar-benar memahami semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda, tetapi tetap satu jua.

Bhinneka Tunggal Ika menjadi semboyan panutan agar menjadi patokan Indonesia tetap bersatu dengan perbedaaan yang ada. Sekali lagi perbedaan yang ada di Indonesia bukan menjadi masalah, melainkan menjadi kekuatan untuk menghadapi ancaman. Kesadaran masyarakat sangat berperan penting di sini.
Salah satu contohnya di Desa Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Warga desa ini sangat memegang teguh nilai-nilai Pancasila dengan rasa toleransi yang tinggi.

Bahkan, desa yang berada di kaki Gunung Lawu ini memiliki julukan kampung toleransi. Untuk menuju desa ini, Anda akan menjumpai slogan yang bertuliskan Jlono Kampung Adat dan Budaya, Berbeda itu Indah.

Di desa ini ada hal yang istimewa, yang menjadi ciri khas dan daya tarik tersendiri, yaitu tiga bagunan peribadatan yang dibangun berdampingan, Masjid Al-Mukmin, Gereja Sidang Jamaat Allah (GSJA), dan Pura Arga Bhadra Dharma Ngargoyoso. Tujuan ketiga bangunan yang berbeda dibangun berdampingan adakah mempererat kekeluargaan antarumat beragama serta menjadikan contoh tempat lain, bahkan Indonesia secara umum ke depannya.

Ketiga bangunan ini diharapkan mampu menyadarkan masyarakat luas mengenai pentingnnya kebersamaan, kekeluargaan, dan toleransi yang tinggi. Saat pandemi Covid 19 menyerang Indonesia seperti saat ini, aktivitas masyarakat menjadi kian terbatas. Pada saat PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) diberlakukan, Pemerintah Desa Ngargoyoso memutuskan untuk menutup tempat ibadah sementara waktu.

Warga diimbau menjalankan ibadah di rumah masing-masing. Kunjungan wisata di Kampung Kerberagaman juga ditutup sementara untuk mengantisipasi terjadinya kerumunan agar persebaran virus corona bisa diputus.

Hampir satu tahun semua aktivitas yang dilakukan sehari-hari dihentikan. Namun, itu bukan berarti sifat kekeluargaan maupun toleransi juga berhenti. Nilai kekeluargaan tetap dipegang teguh setiap umat. Semua warga masih tetap saling tolong-menolong. Meski ada pembatasan, warga masih bisa bergotong-roy0ng menjaga dan merawat tempat ibadah maupun lingkungan kampung masing-masing dengan tetap menjaga jarak serta mematuhi protokol kesehatan.

Gotong royong membersihkan tempat ibadah yang dilaksanakan warga membuat kekeluargaan dan keharmonisan semakin terasa. Warga tidak membeda-bedakan latar belakang agama, ekonomi, status sosial, dan lainnya. Yang ada hanya saling tolong-menolong.

Satu Keluarga Beragam Agama
Kegiatan gotong-royong merawat desa juga mempererat kekeluargaan. Beruntung saat ini, kegiatan masyarakat sudah kembali seperti sebelumnya meski warga tetap harus menaati potrokol kesehatan. Tempat ibadah sekarang sudah dibuka dengan 50% dari daya tampung. Walaupun baru setengah, namun warga cukup senang karena bisa kembali beribadah bersama.

Tidak ada yang berubah di sini. Kebersamaan dan kekeluargaan masih tebal, bahkan keharmonisan semakin terlihat. Untuk wisata kampung toleransi juga sudah dibuka, namun masih 50 % agar tidak terjadi kerumunan. Walaupun dengan kondisi seperti saat ini, masih banyak wisatawan yang berkunjung untuk bermain dan belajar.

Desa Ngargoyoso memiliki tradisi sangat bagus. Ketika salah satu agama merayakan hari raya, penganut agama lainnya bakal membantu sebagai bentuk penghormatan kepada umat lain yang sedang merayakan hari raya.

Contohnya pada saat Hari Raya Nyepi yang dirayakan umat Hindu. Nyepi dipercaya sebagai hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudra yang membawa intisari kehidupan. Hari Raya Nyepi merupakan perayaan tahun baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender Saka. Tujuan Hari Raya Nyepi adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk menyucikan Bhuana Alit dan Bhuana Agung.

Sesuai namanya, nyepi dari kata sepi (sunyi, senyap). Dengan begitu bahwa tidak ada aktivitas yang dilakukan warga seperti hari-hari biasa. Umat Hindu tidak akan melakukan kegiatan di luar rumah.

Oleh karena tidak ada kegiatan, maka warga yang non-Hindu membantu pengamanan lingkungan sekitar agar tetap kondusif. Caranya warga yang beragama lain akan melakukan kegiatan ronda di setiap rumah warga yang menjalankan ibadah Nyepi.

Pada saat hari raya Nyepi, kunjungan wisatawan di kampung toleransi ditutup supaya umat yang merayakan bisa beribadah makin khusyuk. Dengan saling menghargai sesama umat yang beribadah, maka warga telah mengamalkan Pancasila sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hal yang sama juga terjadi ketika Hari Raya Idulfitri dan Natal. Pada saat Hari Raya Idulfitri, banyak warga yang kembali ke kampung halaman untuk merayakannya bersama keluarga besar. Akibatnya banyak rumah yang ditinggal karena banyak dari mereka yang menuju kampung halaman. Untuk mengantisipasi supaya hal-hal yang tidak diinginkan bisa dicegah, warga yang tidak merayakan akan berkerja sama demi keamanan lingkungan.

Namun, pada saat pandemi, Hari Raya Idulfitri di sini cukup sepi karena warga tidak boleh mudik. Warga merayakan hari raya di rumah saja. Meski tak bisa mudik, hal itu tak mengurangi niat warga dalam beribadah. Semua warga menaati peraturan yang dibuat pemerintah agar pandemi segera berlalu. Ada beberapa warga yang saling berkunjung hanya untuk bersilaturahmi meski berbeda agama.

Kedamaian di kampung toleransi ini sudah tertanam sejak dahulu. Jadi tidak heran jika ada peristiwa-peristiwa seperti itu. Di kampung ini juga banyak satu keluarga yang terdiri atas berbagai macam agama. Jadi, yang demikian itu sudah biasa.

Perbedaan kepercayaan Desa Ngargoyoso bukanlah halangan untuk memperkuat kesatuan dan persatuan. Dengan masyarakat yang memegang teguh nilai toleransi, keharmonisan, kekeluargaan, dan kerukunan yang terjalin sangat baik di sini.

Hubungan masyarakat yang sangat baik dapat menjadi inspirasi dan pembelajaran mengenai pentingnya toleransi di kehidupan saat ini. Perbedaan bukanlah menjadi masalah, melainkan menjadikan kekuatan.

Kita bisa melawan sifat-sifat kita yang egois untuk kepentingan bersama. Semoga Indonesia akan lebih baik ke depannya, terutama dalam hal toleransi. Semoga Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap menjadi satu kesatuan yang utuh, menjadi contoh toleransi yang baik untuk negara lain di seluruh dunia.

Penulis: Jufita Anggraini
Siswa SMKN 3 Sukoharjo Juara Harapan III Lomba Esai Pelajar

Editor: Ayu Prawitasari

Sumber: https://www.solopos.com/toleransi-di-kaki-gunung-lawu-1303742?utm_source=terkini_desktop.