Dari kasus perundungan yang dilakukan siswa, guru juga bisa belajar tentang bagaimana mendidik anak yang berkarakter baik.
Solopos.com, SOLO—Gemuruh tawa anak-anak memenuhi ruangan kelas setelah jam terakhir selesai. Ada yang berlarian sambil berteriak-teriak, “Lempar sini, ayo terus jangan berhenti. Oke siap tangkap.”
Mereka tertawa, berteriak, sambil melempar kertas ulangan. Satu ruangan kelas penuh suara. Gaduh.
Anak-anak itu sebenarnya sudah menginjak dewasa. Namun, terkadang saat melihat tingkah mereka, para guru bisa tertawa sendiri. Mereka adalah siswa Kelas XII IPA 3.
Meski demikian, kadang hati ini miris juga melihat model bercanda mereka yang keterlaluan. Contohnya yang terjadi pada hari itu.
Setelah pelajaran usai, usai berdoa, seorang guru kimia menyerahkan hasil ulangan kepada para siswa. Suasana langsung berubah menjadi gaduh. Ada yang berteriak karena mendapatkan nilai 90, ada yang mencari kertas ulangannya, ada yang mukanya cemberut seperti cucian kotor. Ada juga yang setelah melonjak-lonjak kegirangan lantas merebut kertas ulangan temannya dan melempar-lemparkannya ke teman yang lain.
Di pojok kelas, siswa laki-laki dengan tubuh jangkung berdiri mematung. Namanya Ilham. Teman teman dia memanggilnya si jangkung. Dia diam terus di sudut itu.
Ilham ini memang mempunyai tinggi di atas rata-rata. Ilham adalah anak yang sangat pendiam dan pemalu, Mungkin karena postur tubuhnya yang berbeda dibandingkan temannya, akhirnya ia menjadi kurang percaya diri.
Hari itu Ilham mendapat nilai paling rendah. Ia pun menjadi objek perundungan teman-teman sekelasnya. Ilham tidak bisa berkutik, berteriak, atau lari ke sana-kemari. Dia selalu diam.
Teman-temannya tidak menghiraukan wajah Ilham yang memerah dan rambutnya yang acak-acakan. Tak ada yang memahami bagaimana Ilham berusaha keras menahan malu karena teman-teman sekelasnya sudah tahu dia mendapat nilai paling rendah.
“Lihat-lihat ini kerjaan si jangkung, tapi nilainya tidak jangkung ha ha ha, lempar tangkap, yap…asyik asyik.”
Kegaduhan itu membuat guru kimia kembali ke kelas. Dia melihat Ilham yang sangat kusut dengan baju acak-acakan. Waktu Ilham menjelaskan kondisinya, guru kimia itu meminta para siswa di kelas berhenti membuat kegaduhan.
Guru itu kemudian menjelaskan tentang perundungan. Bahwa apa yang dilakukan para siswa pada hari itu adalah praktik perundungan. Perbuatan menyoraki bersama tersebut termasuk perbuatan bullying atau perundungan yang secara umum bisa dijerat pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76 C Undang-Undang No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
Bullying pada hari itu adalah bullying secara verbal. Bullying verbal adalah perundungan yang dilakukan secara verbal atau dengan kata-kata. Pelaku memang biasanya tanpa sadar atau tidak memahami bahwa hal tersebut salah dan menyakiti orang lain.
Setelah menjelaskan tentang perundungan verbal tersebut, guru kimia meminta para siswa tidak mengulangi lagi perbuatan mereka. Para siswa diminta saling menghargai, menghormati, bahkan saling membantu apabila ada salah satu yang mengalami kesulitan. Bukan sebaliknya, justru mengejek-ejek yang tertimpa kesulitan atau kesialan.
Sebuah kelas adalah sebuah keluarga. Menjadi tugas setiap siswa untuk menjaga keutuhan keluarga, keutuhan kelas.
Sebagai hukuman untuk kelas itu, para siswa wajib mengikuti ulangan lagi. Ulangan sebelumnya dianulir dan diganti dengan ulangan baru.
Esok paginya, suasana kelas menjadi hening. Para siswa berangkat lebih awal. Sesampai di kelas mereka menyempatkan diri membuka buku kimia untuk persiapan ulangan pengganti, tidak terkecuali Ilham yang duduk di kursi paling belakang. Dia menulis sebuah rumus di kertas sobekan. Rupanya Ilham ingin membuktikan pada teman-temanya bahwa dirinya mampu mendapat nilai terbaik dengan menghalalkan segala cara, termasuk mencontek.
Hari itu, Ilham memang mendapat nilai 100, nilai yang tertinggi di kelas itu. Kelas menjadi ramai lagi. Seorang siswa mengatakan dengan lantang bahwa Ilham telah mencontek. Ilham tidak jujur saat mengerjakan ulangan. Setelah meminta kelas tidak gaduh, si guru kemudian memanggil Ilham ke ruangannya.
Si guru kimia kemudian bertanya pada Ilham tentang tuduhan teman-temannya. Ilham pun mengakui kecurangannya tersebut.
“Ibu saya minta maaf karena saya memang mencontek. Dengan mencontek nilai saya akan bagus dan saya tidak akan malu lagi atau dipermalukan teman-teman Ibu. Itu salah satu usaha saya.”
Si guru kimia bisa menerima penjelasan Ilham. Dia kemudian meminta Ilham tidak mengulangi lagi perbuatannya. Kejujuran sama dengan kepercayaan. Sekali saja seseorang tidak jujur, dia tidak dipercaya seumur hidupnya. Sekali lancung ke ujian.
Setelah mendengar penjelasan si guru, Ilham pun meminta maaf. Ilham berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Ilham mendapat pelajaran banyak pada hari-hari itu.
Seperti Ilham, saya pun mendapatkan banyak pelajaran dari kejadian itu. Anak-anak sebetulnya merupakan pribadi yang menyenangkan. Kadang celoteh nakal mereka menumbuhkan kerinduan.
Anak anak merupakan pribadi yang berproses menuju dewasa. Marilah dengan sabar kita bina, kita arahkan untuk menuju pribadi yang berkarakter. Jangan sampai kita mempunyai sikap stereotype kepada anak.
Marilah kita hargai prosesnya, marilah kita dampingi generasi penerus bangsa ini menjadi pribadi yang berkarakter.
Endang Hastuti
Penulis adalah guru di SMAN 1 Cawas, Klaten.
https://www.solopos.com/ekstrakurikuler-berbeda-menjadi-bersama-1251698?utm_source=arsip_desktop