Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the learnpress domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the learnpress domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the thim-core domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the woocommerce domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114
Jembulan Dulu dan Kini – Solopos Institute

Blog

Jembulan Dulu dan Kini

Sesepuh Kampung Turi, Ngadiman, mengenakan pakaian reog berdoa kepada Tuhan agar pelaksanaan kirab tradisi di Sendang Joko Pitutur, Turi, Sine, Sragen, berjalan lancar, Minggu (10/10/2021).

Empat puluh empat tahun yang lalu tra disi  Jembulan dilaksana kan di Dusun Bagan. Bertepatan dengan hari kelahiranku yaitu Jumat pon. Menurut cerita Mbah Uty, ibu kandungku pada saat itu sedang mengandungku. Persiapan memasak hampir selesai. Ibuku mera sakan sakit hendak melahirkan. Ba pak dengan sigap mengantarkan Ibu ke bidan terdekat. Kemu dian, lahirlah bayi mungil cantik di pangkuan Ibu yaitu aku.

Setiap Mbah Uty cerita hari ke lahiranku, mengalirlah cerita tradisi Jembulan di Dusun Bagan. Jembulan merupakan tradisi dari masyarakat Jawa yang biasa melibatkan banyak orang. Nama lain dari Jembulan adalah bersih desa. Masih menurut cerita Mbah Uty, tradisi tersebut dilakukan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan YME atas hasil panen yang diperoleh masyarakat Dusun Bagan.

Jembulan dibuat dari pohon pisang sebagai fondasi utamanya dan dihiasai bambu sebagai pelengkapnya. Pohon pisang dipakai untuk menancapkan hasil bumi berupa makanan ringan. Berbentuk seperti bunga berisi rengginang, opak, karak dan kerupuk. Fondasi bamboo berfungsi untuk menempatkan hadiah berupa makanan yang dibungkus daun pisang atau daun jati.

Tradisi Jembulan diawali ban cakan dan ziarah makam leluhur. Dipimpin seorang modin mengirimkan doa agar dusun terhindar dari roh jahat dan dusun menjadi aman. Setelah itu, berkumpul di perempatan dusun untuk berbagi hadiah yang ada pada jembulan. Anak-anak yang paling merasakan bahagia mendapatkan hadiah, termasuk aku. Mbah Uty dengan bangga menceritakan bahwa zaman dulu, masyarakat Dusun Bagan bergotong-royong dalam mengadakan tradisi Jembulan tersebut.

Selain tradisi Jembulan, Mbah Uty cerita bahwa Dusun Bagan masih ada makam leluhur berna ma Punden Mbah Lasem. Konon ce rita saat Mbah Uty kecil diceritakan dari Mbah Uyut bahwa anak-anak dilarang bermain dan mendekat ke Punden tersebut. Mbah Uty hanya tahu bahwa tempat itu sepi, gelap, angker dan ada barongannya (rim bunan pohon bambu).

Memang saat itu belum ada lampu atau listrik yang masuk Dusun Bagan. Bahkan saat aku dilahirkan belum ada listrik. Punden Mbah Lasem kini tidak angker lagi. Di sekitar Punden sudah dibangun masjid dan berdiri sekolah RA dan MI. Anak-anak sekitar Punden bermain dan bersekolah dengan bahagia.

Mbah Uty mengikuti dan melaksanakan tradisi Jembulan karena masih ada Mbah Uyut. Setelah Mbah Uyut tiada, Mbah Uty tidak lagi mengikuti tradisi tersebut. Setelah listrik masuk Dusun Bagan tradisi Jembulan seingat Mbah Uty juga sudah tidak ada lagi. Bahkan keberadaan Punden Mbah Lasem tidak seangker dalu, walaupun Punden tersebut masih terlihat berdiri kokoh.

Nilai filosofi yang dapat dipetik dari cerita Mbah Uty adalah, pertama, seorang anak harus berbakti dan menghormati orang tua juga leluhurnya. Kedua, tradisi Jembulan merupakan semangat kebersamaan warga masyarakat dalam bergotong-royong untuk kedamaian dusun. Ketiga, tidak mencampurkan tradisi dan syariat. Keempat, dengan berbagi rezeki akan menambah hasil panen lebih melimpah. Kelima, tradisi Jembulan memiliki nilai budaya leluhur yang sarat nilai pendidikan.

Era Anakku

Tradisi Jembulan merupakan tradisi kedaerahan yang biasa dilaksanakan di Kabupaten Sragen dan sekitarnya sebagai bentuk wujud syukur terhadap hasil panen yang melimpah dari Tuhan oleh sebagian besar masyarakat yang bekerja sebagai petani (Khusnul, 2013). Tradisi ini di lak sanakan atas dasar mitos un tuk mengikuti suatu hal yang memiliki dampak buruk apabila tidak dilaksanakan. Selain itu, tradisi ini juga mengandung nilai-nilai kebudayaan, pendidikan, religi yang tersirat dalam pelaksanaannya.

Tradisi Jembulan di masa kini era milenial tidak ada lagi di Dusun Bagan. Bahkan tidak lagi aku jumpai di masa kecil. Tetapi, tradisi Jembulan bisa dikenalkan kembali untuk diajarkan pada anak-anak. Sebagai guru Bahasa Indonesia, tradisi jembulan dapat diadopsikan dalam pembelajaran proyek Profi l Pelajar Pancasila, sesuai kurikulum yang ber laku saat ini.

Kegiatan pembelajaran proyek Profi l Pelajar Pancacila tidak lagi berpusat pada mata pelajaran. Tema proyek Profi l Pelajar Pancasila Cerlang Budaya Daerah sangat cocok. Kegiatan tradisi Jembulan sangat cocok untuk proyek Profi l Pelajar Pancasila tersebut. Nilai-nilai proyek Profi l Pelajar Pancasila yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia; mandiri; kreatif; berbhinekaan global; bernalar kritis dan bergotongro yong (Kemenristek, 2021). Sehingga, menghadirkan tradisi Jembulan di ruang kelas tidaklah sulit.

Proyek Profil Pelajar Pancacila dapat dilaksanakan pada anak di fase D yaitu siswa SMP kelas VII. Pada waktu jeda semester gasal sangatlah cocok untuk melaksanakan proyek dengan tema Cerlang Budaya Daerah tradisi Jembulan. Dari awal semester sudah direncanakan dan dikenalkan tradisi Jembulan tersebut. Walaupun hanya sekadar cerita, tetapi anaklah yang akan menvisualisasikan.

Anak dalam menvisualisasikan tradisi Jembulan berdasarkan interpretasi sesuai usianya. Hasil akan beragam. Anak diharapkan dapat menghadirkan tradisi Jembulan tersebut di ruang kelas masing-masing. Kelas dianggap sama seperti warga masyarakat.

Apa pun bentuk yang dihasilkan anak itu merupakan kreativitas. Materi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VII semester gasal ada empat. Pertama teks deskripsi, kedua teks cerita fantasi, ketiga teks prosedur, dan keempat teks la poran hasil observasi. Dari keempat teks tersebut, hasil dari proyek Profi l Pelajar Pancasila dapat disajikan sehingga anak dapat memilih dari keempat teks tersebut. Tradisi Jembulan dapat di hadirkan dalam teks deskripsi.

Isinya menggambarkan seolahseolah tradisi Jembulan itu hadir di depan kita. Dalam teks cerita fantasi, tradisi Jembulan dihadirkan seolah-olah kita hadir di zaman dulu dan melompat di zaman milenial. Tradisi Jembulan dengan teks prosedur yaitu benar dan nyata ada produk yang terlihat berupa jembulan yang berisi hasil bumi. Beda dalam teks laporan hasil observasi, tradisi Jembulan sebagai bahan pengamatan semata.

Menghadirkan tradisi Jembulan di masa kini era milenial dengan proyek Profil Pelajar Pancacila sangatlah tepat. Anak mengenal nilai budaya dari leluhur yang sekarang sudah banyak tergantikan dengan modernisasi dan teknologi. Teknologi dapat dimanfaat kan untuk kreativitas dalam meng hadirkan tradisi Jembulan sesuai zaman anak sekarang. Kekinian. Era milenial. Mari ki ta sebagai guru memfasilitasi dan mengenalkan nilai budaya leluhur kepada anak didik.

Penulis: Nur Heni Chasanah

Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 2 Sragen