Delapan SMA/SMK di Soloraya berkomitmen menebar toleransi keberagaman dalam Festival Literasi Keberagaman Melalui Jurnalisme yang digelar Solopos Instiute.
SOLOPOS.COM – Delapan SMA/SMK di Soloraya berkomitmen menjadi sekolah yang menunjung tinggi toleransi keberagaman dalam Festival Literasi Keberagaman Melalui Jurnalisme di De Tjolomadoe, Karanganyar, Sabtu (26/3/2022). (Solopos Institute)
Solopos.com, KARANGANYAR — Ada berbagai cara yang dapat ditempuh untuk menebar nilai toleransi di tengah masyarakat. Salah satunya melalui literasi.
Delapan SMA/SMK di Soloraya telah hampir dua tahun belajar dan mengaktualisasi prinsip-prinsip jurnalisme untuk mempelajari dan menyemai toleransi keberagaman. Mereka juga telah menandatangani komitmen mereka menjadi sekolah keberagaman pada Festival Literasi Keberagaman Melalui Jurnalisme yang digelar Sabtu (26/3/2022). Penandatanganan dilakukan di Stasiun Ketelan De Tjolomadoe, Colomadu, Karanganyar.
Melalui produk-produk jurnalistik berbasis keberagaman, siswa dan guru mampu menebarkan pesan-pesan toleransi. Produk-produk jurnalistik karya siswa dipamerkan pada Festival Literasi Keberagaman. Ada majalah, buletin, majalah dinding, kerajinan tangan yang ditata sesuai konsep yang telah dirancang oleh masing-masing SMA/SMK.
SMKN 2 Klaten memamerkan produk-produk jurnalistik salah satunya majalah dinding dengan tema kilas balik. “Kami dari SMKN 2 Klaten mengambil dua alur waktu. Ada masa lalu dan masa sekarang,” jelas Muhammad Arifin Ilham, pemimpin redaksi ekstrakurikuler jurnalistik SMKN 2 Klaten.
Konsep tersebut berusaha menggambarkan bagaimana keberagaman telah ada sejak dulu. Ada juga pesan yang ingin disampaikan bagi pembaca. Arifin menyampaikan keberagaman tak melulu menawarkan pertikaian. Ia mencontohkan bagaimana kekuatan perbedaan suku dan ras di Nusantara mampu bersatu melawan penjajahan Belanda waktu itu.
Konsep tersebut menggabungkan dua lini masa, dulu dan saat ini. SMKN 2 Klaten melalui madingnya juga menawarkan sejumlah solusi untuk menghadapi ancaman perpecahan yang terjadi saat ini. Di antaranya ajakan self love, hapus stigma buruk di tengah masyarakat, dan toleransi terhadap semua.
“Saat Nusantara belum menjadi Indonesia, sudah banyak keberagaman, dari kerajaan, akulturasi, hingga masuknya penjajahan. Namun pendahulu kita melihat keberagaman sebagai suatu pupuk untuk menguatkan persatuan. Lalu masuk ke zaman sekarang, mengapa keberagaman saat ini menjadi perpecahan. Kami di sini [melalui mading] memberi sikap dan solusi,” jelas dia.
Potret Sosial
Sementara itu, SMKN Ngargoyoso, Karanganyar, menyajikan mading tiga dimensi dengan ukuran kolosal. Salah anggota ekskul jurnalistik SMKN Ngargoyoso, Aditya Niko P, mengatakan mading itu mengusung konsep toleransi beragama. Beberapa miniatur tempat ibadah yang mereka rancang merupakan potret sosial keagamaan yang memang ada di Ngargoyoso.
Ia mengaku bersama teman-temannya melakukan reportase yang memotret indahnya toleransi keberagaman. Salah satunya meliput seorang warga muslim yang turut membangun gereja di Gondosuli, Karanganyar.
“Kita juga terjun langsung, kita wawancara dengan warga muslim yang ikut serta membangun gereja di daerah Gondosuli. Artikel soal masjid, gereja, pura, yang ada berdekatan kita ambil dari kisah nyata di Ngargoyoso. Masjid, pura, gereja yang saling berdekatan itu mencerminkan toleransi. Kita ambil dari situ, daerah sendiri,” kata Aditya.
Selain melalui jurnalistik, cara lain yang telah ditempuh untuk menyemai keberagaman adalah melalui humor. Seperti yang disampaikan seorang komika asal Jakarya, Sakdiyah Ma’ruf, yang jadi pembicara talkshow Festival Literasi Dunia. Ia mengatakan humor merupakan salah satu cara yang bisa digunakan kelompok marjinal untuk melawan segala bentuk dehumanisasi.
“Humor bagi saya adalah senjata bagi mereka yang lemah,” kata Sakdiyah. (Afifa Enggar Wulandari)
Sumber:https://www.solopos.com/tebar-nilai-toleransi-keberagaman-melalui-jurnalisme-hingga-humor-1282288?utm_source=terkini_desktop