Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the learnpress domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the learnpress domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the thim-core domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the woocommerce domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/institute/wp/wp-includes/functions.php on line 6114
Apakah Siswa Harus Berseragam? – Solopos Institute

Blog

Apakah Siswa Harus Berseragam?

Apakah seragam menjadi hal yang penting dalam membentuk siswa yang berprestasi?

Solopos.com, SOLO—Saat pembelajaran tatap muka hendak diberlakukan, seorang peserta didik mengirim sebuah pesan lewat chat Whatsapp. Dia menanyakan pakaian apa yang harus dikenakan ketika masuk sekolah.

Walau sudah beberapa bulan mereka meninggalkan status sebagai pelajar SMP, sudah menjadi pelajar SMK, namun mereka belum memiliki atribut apapun yang menunjukkan bahwa mereka adalah siswa SMK.

Akhirnya para peserta didik baru masih memakai seragam SMP lama untuk mengikuti pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah. Apabila pakaian SMP mereka sudah tidak muat, mereka dapat menggunakan celana atau rok dengan bahan bukan jeans.

Hal cukup membahagiakan bagi para guru seperti kami adalah ketika bisa lagi berjalan menyusuri lorong-lorong sekolah menuju kelas untuk menjumpai peserta didik. Kerinduan kami, para guru dan peserta didik, akan kegiatan belajar mengajar secara langsung terbayar sudah. Meskipun para guru mengakui belum dapat maksimal memberikan materi pembelajaran karena waktu yang diberikan jauh dari kata cukup.

Kami harus mengajarkan materi yang sama persis lebih dari sekali untuk satu kelas yang sama karena peserta didik masuk secara bergiliran, tidak boleh hadir 100%. Maklum, virus corona masih mengintai kami. Virus ini berersembunyi di celah-celah kelengahan kami semua.

Para peserta didik duduk rapi di kursi-kursi yang telah diatur berjarak. Sorot mata gembira terpancar dari balik masker yang menutupi sebagian wajah mereka.

Masker yang beraneka jenis dan warna seperti serta seragam yang mereka kenakan. Aturan seragam di sekolah kami seharusnya untuk Senin dan Selasa adalah seragam OSIS SMK. Kemudian untuk Selasa dan Rabu mengenakan seragam ciri khusus SMK yang berwarna khaki, kemudian Jumat mengenakan seragam Pramuka.

Namun, para peserta didik belum sepenuhnya mampu mengenakan seragam tersebut. Hari Senin dan Selasa mereka masih mengenakan OSIS SMP atau kemeja putih dan bawahan hitam. Pada Rabu dan Kamis mereka mengenakan seragam aneka warna dari seragam ciri khusus SMP mereka. Khusus Jumat mungkin tampak agak seragam karena mereka mengenakan seragam Pramuka. Namun, terkadang masih ada satu dua siswa yang mengenakan kemeja putih dan bawahan hitam.

Seharusnya pada awal masuk sekolah, peserta didik mendapat seragam baru untuk mereka kenakan ketika sekolah. Namun peraturanlah yang menyebabkan sekolah tidak lagi bisa memberikan seragam sekolah kepada mereka. Peraturan Kemendikbud No. 1/2021 menyebutkan sekolah dilarang melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan penerimaan peserta didik baru.

Buku pelajaran bisa didapat dari meminjam di perpustakaan sekolah. Selanjutnya, untuk seragam bisa membeli sendiri di luar atau bisa mengenakan milik kakak kelas yang telah lulus.

Prestasi

Sekolah secara tegas menyatakan tidak menjual seragam. Oleh karena itu, para peserta didik mengupayakan sendiri pakaian ke sekolah nanti. Sekolah tidak melarang apabila mereka tidak menggunakan seragam yang ditentukan oleh sekolah, selama itu sopan, rapi, dan bukan berbahan jeans.

Sekolah hanya menindak murid yang memakai sepatu berwarna selain hitam dan rambut yang panjang. Sebenarnya apakah seragam itu penting untuk proses pembelajaran di sekolah?

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan makna seragam adalah sama ragam (corak, bentuk, susunan) pakaian. Menurut Bobo.id, seragam sekolah di Indonesia digunakan untuk membedakan tingkatan, melatih kedisiplinan, ciri khas sekolah, serta tidak membeda-bedakan.

Keberadaan seragam dinilai penting dengan tujuan menyeragamkan para peserta didik yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda. Apabila seragam tidak diberlakukan, akan menampakkan kesenjangan sosial di sekolah. Anak yang berasal dari ekonomi menengah ke atas akan memakai pakaian yang lebih berkualitas dan sering berganti dibandingan dengan anak yang berasal dari ekonomi bawah.

Lantas apakah hal tersebut memengaruhi proses kegiatan belajar mengajar di sekolah? Faktanya, beberapa negara maju membebaskan peserta didiknya untuk berpakaian. Hasilnya, tidak ada masalah dalam kegiatan belajar-mengajar mereka. Peserta didik tetap dapat berprestasi.

Jadi, don’t judge a book by its cover. Jangan menilai buku dari sampulnya. Itu adalah sebuah perumpamaan yang sering kita dengar. Jangan menilai orang dari penampilannya karena penampilan bisa saja menipu. Tidak serta-merta anak yang berpenampilan tidak sesuai aturan yang dianut kebanyakan masyarakat Indonesia memiliki kemampuan yang buruk dalam hal pendidikan.

Beberapa sekolah membebaskan para peserta didik untuk berpenampilan. Hasilnya, para peserta didik itu bisa berprestasi walaupun penampilannya semau gue. Contohnya salah satu sekolah swasta di Jogja yang membebaskan para peserta didiknya untuk berpenampilan.

Seragam OSIS hanya untuk Senin, selebihnya bebas. Rata-rata murid lelaki di sana berambut gondrong. Penampilannya beragam, dan hasilnya justru mereka berprestasi. Apabila anak diberi kebebasan dalam berpenampilan, akan muncul rasa bahagia dari mereka karena mereka merasa dihargai.

Oleh karena itu, mereka dapat memberikan timbal balik dengan belajar yang penuh semangat dan menghasilkan prestasi di bidang mereka masing-masing.
Jadi ini bukan penampilannya, dan bukan pula seragamnya yang menjadikan tolok ukur kegiatan belajar-mengajar di sekolah dapat berjalan lancar. Sebaliknya, ini lebih pada kepribadian setiap individu.

Apabila peserta didik mengetahui hak dan melaksanakan kewajibannya sebagai murid di sekolah dengan benar, sementara, guru juga mampu melakukan kewajibannya dengan baik, kegiatan belajar-mengajar yang kondusif pun dapat terlaksana. Jadi tidak harus dengan menyeragamkan pakaian mereka.

Semester genap kini sudah berjalan. Masih akan ada peserta didik yang berseliweran dengan seragam ala mereka sendiri. Tapi, tak apa. Walaupun berbeda-beda seragam, mereka tetap satu sekolah, murid-murid yang bapak ibu guru sayangi dan sangat sangat banggakan.

Rachmi Kurnia Mulyana

Penulis adalah guru di SMKN 2 Klaten

Sumber: https://www.solopos.com/apakah-siswa-harus-berseragam-1237366?utm_source=terkini_desktop